Agats, 7 November 2025 — Pemerintah Kabupaten Asmat melalui Dinas Pendidikan kembali menggelar kegiatan Orientasi Tenaga Guru Kontrak Luar Papua Tahap 2 yang berlangsung selama dua hari (6–7 November), di Aula Wiyata Mandala, Agats. Kegiatan ini menjadi langkah lanjutan dari program strategis Pemkab Asmat dalam memperkuat kualitas tenaga pendidik di wilayah pedalaman Asmat, khususnya bagi para guru kontrak yang baru ditempatkan.
Orientasi kali ini terbilang kompleks dan penuh bobot karena dihadiri langsung oleh jajaran pimpinan daerah, antara lain Bupati Asmat Thomas E. Safanpo, ST., M.Si, Wakil Bupati Yoel Manggaprow, S.Th, Kepala Dinas Pendidikan Barbalina Toisuta, SE., M.Pd, Sekretaris Dinas Pendidikan Alexander J. Yamlean, S.Pd, serta para kepala bidang di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat. Hadir pula sejumlah narasumber dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Inspektorat, BPKAD, LMAA, dan alumni Guru SM-3T Asmat.
Acara hari pertama dibuka dengan penyampaian materi oleh Kabid Pembinaan Pendidikan Dasar, Antonius Sutiyanta, yang memberikan gambaran umum tentang kondisi pendidikan dasar di Asmat. Dalam paparannya, ia menekankan bahwa menjadi seorang guru di wilayah Asmat bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hati yang menuntut ketulusan, ketahanan, dan rasa cinta terhadap pengabdian.
“Guru di Asmat harus bisa menikmati tugasnya — dalam suka maupun duka, sehat ataupun sakit, tetap mengajar dengan hati. Karena di balik keterbatasan, ada tanggung jawab besar untuk mencerdaskan anak bangsa,” ujarnya.
Antonius juga mengingatkan para guru mengenai tantangan nyata di lapangan, seperti keterbatasan listrik dan jaringan, tingginya risiko malaria, serta kondisi infrastruktur yang belum merata. Ia menegaskan agar seluruh guru kontrak menaati aturan sekolah tempat mereka bertugas, menghormati kepala sekolah sebagai pimpinan langsung, serta mengikuti kalender pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah daerah. Fokus utama yang harus dicapai adalah memastikan siswa kelas 1 hingga 3 mampu menguasai kemampuan dasar membaca, menulis, dan berhitung (calistung) secara lancar.
Sesi berikutnya diisi oleh Wakil Bupati Asmat, Yoel Manggaprow, S.Th, yang menekankan pentingnya kesiapan mental dan perilaku adaptif di lingkungan tugas. Dalam arahannya, ia mengingatkan para guru agar menjaga etika, kesehatan, dan keselamatan selama bertugas di distrik.
“Asmat bukan tempat untuk mencari kenyamanan, tapi tempat untuk belajar melayani. Jagalah diri, bangun komunikasi yang baik dengan masyarakat, pahami budaya lokal, dan jadilah teladan bagi anak-anak,” pesannya.
Yoel juga mendorong para guru untuk berperan aktif dalam membangun hubungan sosial dengan masyarakat, karena keberhasilan pendidikan di Asmat tidak hanya bergantung pada ruang kelas, tetapi juga pada keterlibatan komunitas.
Materi selanjutnya disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat, Barbalina Toisuta, SE., M.Pd, yang menyoroti perbedaan suasana kerja dan sosial di Asmat dibandingkan daerah lain di Indonesia. Ia meminta seluruh guru untuk menyiapkan diri secara fisik dan mental agar dapat bertahan dan beradaptasi.
“Suasana Pendidikan di Asmat berbeda. Lingkungan kerja menuntut kita lebih sabar dan tangguh. Saya harap Bapak/Ibu bisa betah dan menjalankan masa kontrak selama satu tahun penuh tanpa mengundurkan diri hanya karena perbedaan kondisi,” tegas Barbalina.
Ia juga menekankan agar tidak ada guru yang meninggalkan distrik tempat tugas kecuali dalam keadaan darurat/urgent.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan, Alexander J. Yamlean, S.Pd, dalam materinya menekankan bahwa profesi guru bukan sekadar mengajar di depan kelas, melainkan menciptakan iklim sosial yang mendidik.
“Guru itu serba bisa. Harus mampu mengajar, membimbing, memahami karakter siswa, hingga menjadi panutan di lingkungan sosialnya. Di Asmat, kemampuan beradaptasi adalah kunci,” tuturnya.
Hari pertama orientasi ditutup dengan sesi inspiratif dari alumni Guru SM-3T Asmat, yang berbagi pengalaman perjuangan mereka dalam mengabdi di pelosok Asmat. Mereka menceritakan tantangan berat yang pernah dihadapi — dari keterisolasian daerah, keterbatasan fasilitas, hingga adaptasi budaya — namun semua itu berbuah pengalaman berharga dan kebanggaan tersendiri.
“Kami dulu datang dengan semangat yang sama seperti kalian hari ini. Bertahan bukan hal mudah, tapi ketika melihat anak-anak mulai bisa membaca dan menulis, semua lelah terbayar lunas,” ungkap salah satu alumni penuh haru.
Kegiatan hari pertama ditutup dengan penuh motivasi dan refleksi. Lalu hari berikutnya
Materi pertama disampaikan oleh narasumber dari Inspektorat Kabupaten Asmat, Anton Barton, yang menyoroti peran penting guru dalam membentuk karakter siswa. Ia menekankan bahwa pembentukan karakter bukan hanya tanggung jawab keluarga, tetapi juga menjadi tugas utama tenaga pendidik di sekolah.
“Karakter anak bukan hanya dibentuk di rumah. Sekolah dan guru punya andil besar dalam menciptakan generasi yang jujur, disiplin, dan berakhlak,” ungkap Barton.
Dalam paparannya, Barton juga menegaskan agar para guru luar Papua menjaga integritas dan tidak terlibat dalam politik praktis selama menjalankan tugas di daerah.
“Guru itu pelayan masyarakat dalam bidang pendidikan, bukan pelaku politik. Penuhi tanggung jawab profesionalisme, jangan gunakan jabatan atau posisi untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.
Ia mengingatkan agar setiap guru berhati-hati terhadap praktik manipulasi data atau laporan karena hal tersebut akan berdampak serius dalam proses evaluasi kinerja oleh Inspektorat.
“Sekecil apa pun manipulasi akan menyulitkan kami saat audit. Jagalah kejujuran, karena profesional sejati itu yang bekerja dengan hati, bukan dengan kalkulasi keuntungan,” tambah Barton.
Dalam sesi tanya jawab, salah seorang peserta menanyakan bagaimana penanganan jika terjadi manipulasi dalam tugas tambahan administrasi sekolah. Barton menjawab tegas bahwa setiap guru terikat oleh perjanjian kerja yang mencakup hak dan kewajiban yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
“Jika ada kesalahan yang disengaja dalam pembuatan administrasi, maka Inspektorat akan melakukan evaluasi dan perbaikan kinerja. Kita semua punya komitmen moral terhadap kejujuran,” jelasnya.
Sesi berikutnya diisi oleh narasumber dari BPKAD Kabupaten Asmat, Daniel Deny Purwanto, yang memaparkan mekanisme pengelolaan keuangan daerah terkait pembayaran honor guru kontrak. Ia menjelaskan bahwa proses pembayaran berbasis pada laporan kinerja yang terverifikasi melalui Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ), dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
“Semua proses pembayaran upah dilakukan langsung dari APBD ke rekening masing-masing guru. Jadi, jangan khawatir, sistemnya transparan dan diawasi,” terangnya.
Daniel juga menambahkan bahwa Pemkab Asmat menjamin hak dan perlindungan hukum bagi seluruh tenaga guru kontrak, selama mereka menjalankan kewajiban sesuai peraturan dan etika kerja yang berlaku.
Selanjutnya, narasumber dari Lembaga Masyarakat Adat Asmat (LMAA), David Jimanipit, memberikan materi tentang pengenalan sosial dan budaya masyarakat Asmat. Ia mengingatkan para guru luar Papua agar beradaptasi dengan kebiasaan lokal, menghormati nilai-nilai adat, serta menjalin hubungan yang baik dengan warga sekitar.
“Guru adalah tamu yang dihormati, tapi juga harus tahu cara menghormati tuan rumah. Pahami adat, bahasa, dan kebiasaan masyarakat agar bisa diterima dengan baik. Bila masyarakat sudah percaya, maka tugas mengajar akan lebih mudah,” tutur David.
Kegiatan hari kedua ditutup dengan arahan langsung dari Bupati Kabupaten Asmat, Thomas E. Safanpo, ST., M.Si, yang memberikan pesan mendalam sekaligus penegasan terhadap tanggung jawab besar yang dipikul para guru kontrak. Dalam sambutannya, ia menegaskan kembali bahwa kondisi pendidikan di Asmat masih menghadapi tantangan serius, terutama dalam hal kemampuan dasar baca, tulis, dan hitung.
“Asmat itu berbeda. Di sini masih banyak anak yang belum bisa membaca dan menulis. Kalian datang ke sini bukan hanya untuk mengajar, tapi untuk memastikan mereka bisa,” tegas Bupati.
Thomas juga mengingatkan agar tidak ada lagi siswa yang naik ke jenjang SMP dalam keadaan buta huruf.
“Jika ada anak SD naik ke SMP tapi masih belum bisa baca, sekolah asalnya harus diberi sanksi tegas. Itu tanggung jawab moral kita bersama,” ujarnya dengan nada tegas.
Dengan berakhirnya sesi tersebut, rangkaian Orientasi Tenaga Guru Kontrak Luar Papua Tahap 2 resmi ditutup. Selama dua hari penuh, para guru dibekali bukan hanya wawasan teknis dan administratif, tetapi juga nilai-nilai pengabdian, kejujuran, serta etika profesional yang menjadi pondasi utama dalam menjalankan tugas di wilayah ujung selatan Papua ini.
Kegiatan ini diharapkan mampu melahirkan tenaga pendidik yang tangguh, berintegritas, dan siap mencetak generasi Asmat yang cerdas, berkarakter, serta mampu bersaing di masa depan.
